Rabu, 07 November 2012

Prosedur dan Persiapan Nikah Yang Harus Anda Ketahui



persiapan nikah, persiapan pernikahan islami, persiapan pernikahan, malam pertama, persiapan nikah islami, persiapan pra nikah, persiapan nikah dalam islam, persiapan nikah menurut islam, persiapan nikah muda
Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama (KUA)

Mau Nikah..??? Ayo Daftarkan dan catatkan pernikahan di Kantor Urusan Agama yang sering di sebut "KUA". Kenapa mesti di KUA? Ya...Karena pernikahan yang didaftarkan dan dicatat di KUA mendapat perlindungan secara hukum.

Nih kalau Menurut UU No. 22 Tahun 1946 jo No. 32 Tahun 1954, "pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut aturan Islam di wilayahnya adalah Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan".

Untuk tahap persiapan menjelang pernikahan, Persyaratannya calon pengantin (Catin) harus melakukan persiapan sebagai berikut :
1. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21 tahun .
2. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan).
3. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.
4. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.

A. Pemberitahuan Kehendak Nikah
Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah
dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid gedung dll). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan:

I. Perkawinan Sesama WNI
1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Penganten (caten) masing-masing 1 (satu) lembar.
2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas segel/materai bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.
3. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.
4. Pas photo caten ukuran 2×3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota ABRI berpakaian dinas.
5. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Akta Cerai dari Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.
6. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
7. Caten Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
8. Caten Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
9. Laki-laki yang mau berpoligami.
10. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi caten yang umurnya kurang dari 21 tahun baik caten laki-laki/perempuan.

Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10 harus melampirkan foto copy Akte kelahiran dan status kewarganegaraannya (K1).
Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka yang tidak mampu.

II. Perkawinan Campuran (WNI & WNA)
1. Akte Kelahiran/Kenal Lahir
2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian
3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
4. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi
6. Foto Copy PasPort
7. Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.
8. Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi.

B. Pemeriksaan Nikah
PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan memeriksa berkas –berkas yang ada apakah sudah memenuhi syarat atau belum, apabila masih ada kekurangan syarat maka diberitahukan adanya kekurangan tersebut. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri dan wali nikahnya yang dituangkan dalam Daftar Pemeriksaan Nikah (Model NB).

Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal di luar wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa, maka pemeriksaannya dilakukan oleh PPN yang mewilayahi tempat tinggalnya. Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka PPN berhak menolak pelaksanaan pernikahan dengan cara memberikan surat penolakan beserta alasannya. 

Setelah pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka calon suami, calon istri dan wali nikahnya menandatangani Daftar Pemeriksaan Nikah. Setelah itu yang bersangkutan membayar biaya administrasi pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

C. Pengumuman Kehendak Nikah
Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak nikah (model NC) pada papan pengumuman di KUA Kecamatan tempat pernikahan akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat tinggal masing-masing calon mempelai.

PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10 hari kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam psl 3 ayat 3 PP No. 9 Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting misalnya salah seorang calon mempelai akan segera bertugas keluar negeri, maka dimungkinkan yang bersangkutan memohon dispensasi kepada Camat selanjutnya Camat atas nama Walikota/Bupati memberikan dispensasi.

D. Pelaksanaan Akad Nikah
1.Pelaksanaan Upacara Akad Nikah:
* di Balai Nikah/Kantor
* di Luar Balai Nikah : rumah calon mempelai, masjid atau gedung dll.

2.Pemeriksaan Ulang :
Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN /Penghulu terlebih dahulu memeriksa/mengadakan pengecekan ulang persyaratan nikah dan administrasinya kepada kedua calon pengantin dan walinya untuk melengkapi kolom yang belum terisi pada waktu pemeriksaan awal di kantor atau apabila ada perubahan data dari hasil pemeriksaan awal. Setelah itu PPN/ Penghulu menetapkan dua orang saksi yang memenuhi syarat.

3. Pemberian izin
Sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan dianjurkan bagi ayah untuk meminta izin kepada anaknya yang masih gadis atau anak terlebih dahulu minta/ memberikan izin kepada ayah atau wali, dan keharusan bagi ayah meminta izin kepada anaknya untuk menikahkan bila anak Berstatus janda.

4. Pembacaan khutbah nikah
Sebelum pelaksanaan ijab qobul sebagaimana lazimnya upacara akad nikah bisa didahului dengan pembacaan khutbah nikah, pembacaan istighfar dan dua kalimat syahadat.
5.Akad Nikah /Ijab Qobul
6.Pelaksanaan ijab qobul
Dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya terhadap calon mempelai pria, namun apabila karena sesuatu hal wali nikah/calon mempelai pria dapat mewakilkan kepada orang lain yang ditunjuk olehnya.
7.Penandatanganan Akta Nikah
Penandatanganan Akta Nikah kedua mempelai, wali nikah, dua orang saksi dan PPN yang menghadiri akad nikah.
8.Pembacaan Ta’lik Talak
9.Penandatanganan ikrar Ta’lik Talak
10.Penyerahan maskawin/mahar
11.Penyerahan Buku Nikah/Kutipan Akta Nikah.
12.Nasihat perkawinan
13.Do’a penutup.
Barakllah ….

Tags yang terkait dengan prosedur dan persiapan nikah: prosedur nikah beda agama, prosedur nikah beda negara, prosedur nikah siri, syarat nikah, prosedur perkawinan, syarat nikah siri, syarat nikah, catatan sipil, syarat nikah menurut islam, persiapan nikah, persiapan pernikahan islami, persiapan pernikahan, malam pertama, persiapan nikah islami, persiapan pra nikah, persiapan nikah dalam islam, persiapan nikah menurut islam, persiapan nikah muda. 

Topik-topik terkait:





Selasa, 06 November 2012

Benarkah Ada Pacaran Yang Islami...?



pacaran islami, cara pacaran islami, tips pacaran islami, pacaran secara islami, pacaran sehat islami, pacaran islami adakah, artikel pacaran islami, makalah pacaran islami, contoh pacaran islami
Benarkah Ada Pacaran Islami?

Pacaran identik dengan anak muda. Saat ini istilah pacaran rupanya mengalami bias. Bahkan ada yang menyebut-nyebut pacaran yang islami. Benarkah ada pacaran yang islami? Adakah istilah pacaran islami dalam Agama Islam?

Pertama, definisi pacaran itu sendiri apa? Definisi pacaran itu mungkin termasuk definisi yang paling lentur, dinamis, dan cenderung plin-plan. Saat orang-orang tua kita dulu melarang anak-anak mereka pacaran, artinya duduk berduaan, bercengkerama, keluar berdua, lalu menonton. Itulah pacaran dalam definisi mereka saat itu. 

Kalau sebagian orang tua mengatakan kepada anaknya sekarang ini, “Jangan pacaran dulu, kamu masih kecil, lebih baik sekolah dulu..” Itu artinya, jangan membina hubungan serius sebagai sepasang kekasih. Boleh keluar, berjalan-jalan, bahkan bila perlu menonton berduaan atau ditemani yang lain, asalkan hubungannya tidak sampai pada kisah-kasih asyik masyuk, tidak membina hubungan serius yang menyita banyak perhatian, perasaan dan emosi, bahwa mereka akan menjadi suami istri kelak.

Pada definisi kedua itulah sering muncul ungkapan, “saya sama dia hanya teman dekat aja kok.” Artinya, sekadar berduaan atau bahkan ke mana-mana berdua, belum cukup disebut sebagai implementasi dari pacaran. Harus ada nilai lebih dari hubungan dua insan berlainan jenis, baru disebut pacaran.

Di dunia yang sudah terlalu bebas, di negara-negara free sex, atau di lingkungan pergaulan muda-mudi yang tergiur budaya barat meski mereka hidup di negeri timur seperti Indonesia ini, definis pacaran menjadi semakin kabur. Hingga tahap saling berciuman saja belum bisa disebut pacaran. Just for sex, no more. Ini hanya hanya soal seks, tak lebih dari itu. Bahkan pada tahap yang sudah mengerikan, hingga terjadi perzinaan sekalipun tak bisa serta merta disebut pacaran. Makanya ada istilah one night stand, alias hubungan seks semalam saja. Hanya untuk seks, tak lebih. Wal ‘iyaadzu billaaah.

Dengan definisi-definisi pacaran yang seperti itu, dapatkan disebut sebuah pacaran itu islami? Dengan cara apa pacaran itu dapat diubah menjadi hubungan yang islami alias sesuai aturan Islam? Kita bisa jawab sendiri.

Sekarang, kita keluar dari definisi-definisi tersebut. Anggaplah bahwa pacaran itu adalah sebuah istilah yang bebas nilai. Tergantung yang melaksanakannya saja. Tapi, ketika semua definisi tersebut sudah bermuara pada satu titik: hubungan serius sebagai pra pernikahan, dapatkan sebagian dari makna definisi-definisi itu terabaikan begitu saja?

Kalau dimisalkan bisa, dan muncullah sebuah kesempatan pacaran bisa menjadi hal yang dibenarkan syariat karena dilakukan sesuai aturan syariat, bisakah kita menyebut istilah itu dengan pacaran? Seperti kita menyebut jihad sebagai pembantaian yang Islami, atau madu disebut sebagai Bir Surga misalnya, atau poligami sebagai perselingkuhan atau zina yang Islami misalnya?
Nabi –shollallohu ‘alaih wa sallam– sudah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru kelompok manusia tertentu, maka ia termasuk golongan mereka.” 

Istilah pacaran sudah menjadi ciri khas budaya kaum kafir bukan? Umat islam hanya datang dan menirunya. Maka, apakah hubungan antara pria dan wanita yang dibenarkan syariat dapat dinamakan dengan nama yang menjadi sebutan dari budaya kafir yang penuh dengan maksiat itu? Mari dijawab sendiri secara hati-hati.

Baik…, mari kita keluar lebih jauh dari semua definisi itu, dengan menggunakan istilah pacaran secara mandiri, tanpa pengaruh definisi-definisi tersebut. Bagaimana kita mengubah pacaran menjadi fi sabilillah, yang akhirnya diridhai Allah dan diridhai orang tua?

Untuk dapat diridhai oleh orang tua tidaklah terlalu sulit. Asalkan pasangan kita disukai oleh orang tua, dan kita dianggap sudah layak berpacaran, semua pasti beres. Apalagi si pasangan sangat baik sikapnya terhadap orang tua, jalan akan semakin mulus. Yang menjadi masalah, tidak setiap yang diridhai oleh kedua orang tua, berarti diridhai oleh Allah.

Orang tua ridha maka Allah ridha, orang tua marah maka Allah marah, itu tidak berlaku pada hukum. Perbuatan dosa tidak akan berubah menjadi pahala, meski orang tua menyukainya. Ibadah wajib, tak lantas berubah menjadi dosa kalau orang tua tidak menyukainya.

Kalau pertanyaannya: “Bagaimana pacaran bisa diridhai Allah?”
Pertama, ubah dulu istilah pacaran itu menjadi ta’aaruf, perkenalan, atau sejenisnya yang bersifat lebih umum. Karena saat disebut pacaran, berbagai atribut pacaran akan gampang meluncur menghiasinya.

Kedua, itu dilakukan murni untuk mengejar target menikah. Jadi tak boleh dilakukan bila belum ada niat menikah. Nabi bersabda,
“Lihatlah terlebih dahulu (wanita) itu. Karena yang demikian itu lebih baik agar tercipta keharmonisan di antara kalian berdua.” Dalam sabda lain, Nabi –shollallohu ‘alaih wa sallam– menegaskan, “Kalau seseorang bisa melihat pada diri wanita sesuatu yang bisa menggugahnya untuk menikahinya, lalukanlah…”

Jadi, perkenalan itu dengan tujuan untuk melihat, mengenali lebih jauh, dan mencari titik keselarasan secara fisik dan emosional, untuk bisa menjadi sepasang suami-istri. Dalam hal ini, maka proses perkenalan tak boleh terlalu lama, dan harus menghindari hal-hal yang diharamkan oleh Allah.

Adab Ta’aruf
Adapun adab-adab ta’aruf, sebagai berikut:
1. Menahan Pandangan
Allah berfirman,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya …’” (an-Nur: 30-31)

Yakni, mata tak boleh jelalatan melihat calon pasangan atau bagian dari tubuhnya yang menggoda selera, atau memelototi wajahnya untuk mencari kenikmatan. Melihat diperbolehkan bila untuk memastikan kecocokan saja. Artinya, setelah segala sesuatu yang lain dianggap sudah saling cocok, melihat sebagai penentunya.

2. Menutup aurat
Allah berfirman,
“… Dan janganlah mereka (wanita-wanita mukmin) menampilkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari pandangan dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya ….” (an-Nur: 31)
Artinya, bila harus berbicara dengan pria non mahram, seorang wanita muslimah harus menutup aurat sebatas yang dia yakini sebagai aurat, menurut dasar yang jelas. Kecuali saat nazhar dengan tujuan memastikan kecocokan secara fisik, seperti tersebut di atas. Saat itu boleh dibuka sebagian aurat, asalkan bukan untuk dinikmati, tapi sekadar memastikan kecocokan fisik saja, maka yang dilihat juga harus sangat dibatasi.

3. Tenang dan Terhormat dalam Gerak-Gerik
Allah berfirman,
“… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.”(al-Ahzab: 32).

4. Serius dan Sopan dalam Berbicara
Allah berfirman,
“… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.”(al-Ahzab: 32).

5. Hindari Membicarakan Hal-hal yang Tidak Perlu
Allah berfirman,
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna…” (al-Mukminun : 1-3)

Selanjutnya, proses pertemuan harus ditemani oleh mahram, karena berduaan antara pria dan wanita yang belum menikah adalah haram, sebagaimana yang kita ketahui bersama. Terakhir, ingatlah Allah saat sedang berhadapan dengan calon pasangan. Lupa sekejap saja, setan akan hingga menyerta.

Tags yang terkait dengan pacaran islami: cara pacaran islami, tips pacaran islami, pacaran secara islami, pacaran sehat islami, pacaran islami adakah, artikel pacaran islami, makalah pacaran islami, contoh pacaran islami. Sumber: MajalahSakinah.com